-- King 2 Hearts Episode 15 --
Kembali pada saat Jae-ha menerima telepon dari pemimpin tim Amerika yang menasihati agar tim Korea tidak berbuat macam-macam karena mereka akan mendapatkan kunci dalam waktu 3 jam. Tim Korea sudah kalah.
Perkataan itu membuat Jae-ha marah dan bertindak untuk membalikkan situasi. Ia menelepon Komandan Selatan dan bertanya apakah ada cara lain untuk menang selain dengan mendapatkan kunci tim lain. Komandan Selatan berkata mereka bisa memaksa tim lain menyerah. Tapi ia mengingatkan, melukai anggota tim lain dengan sengaja hingga harus dirawat lebih dari 4 minggu di rumah sakit akan menyebabkan tim langsung didiskualifikasi.
Jadi strategi lain adalah dengan “membunuh” semua anggota tim lain, mengadu domba tim lain agar berebut menjadi pemimpin tim, atau dengan menghancurkan semua pos tim lain, yaitu pos komando, pusat komunikasi, dan gudang persediaan.
Pilihan terakhir yang diambil Jae-ha. Ia berniat menghancurkan semua pos tim Amerika. Hang-ah tidak setuju. Bagaimana jika ada yang terluka? Jae-ha berkata mereka harus melakukannya dengan memastikan tidak ada seorangpun yang terluka.
Ia berencana untuk meledakkan satu per satu pos Amerika untuk menekan mereka. Tentu saja yang diinginkan adalah tim Amerika menyerah sebelum peledakan.
“Bagaimana jika mereka tidak mau menyerah?” tanya Hang-ah.
“Kita akan terus meledakkan…semuanya,” jawab Jae-ha tegas.
Pertama-tama, mereka harus mempersiapkan dan menaruh semua bahan peledak itu dalam waktu 6 jam. Jika melewati waktu yang ditentukan sudah pasti mereka akan kalah, apalagi poin mereka sudah berkurang. Misi harus selesai sebelum jam 8 malam.
Pengganti Shi-kyeong bertanya mereka akan meledakkan dengan apa, karena mereka dilarang membawa bahan peledak. Jae-ha mengeluarkan ponsel dan sepotong kabel. Disebut jarum penghasil listrik.
Jae-ha menjelaskan, selama ia mengikuti wajib militer, ia membawahi prajurit baru yang memiliki kebiasaan aneh. Orang itu suka mengotak-atik ponsel dan konsol game. Bersama orang itu, Jae-ha membuat banyak hal untuk menghabiskan waktu saat ia bosan. Hal ini tidak dipelajari para prajurit betulan, karena itu hanya ia yang bisa membuatnya.
Tugas anggota tim yang lain adalah mengalihkan tim Amerika sejauh mungkin dari pos mereka. Itulah yang dilakukan tim Korea pada akhir episode 14 dan sekarang kelanjutannya.
Kang-seok dikejar oleh dua orang perwira Amerika. Ia sengaja mengarahkan dua orang itu pada ranjau yang telah terpasang menghalangi jalan. Seorang dari mereka “mati” (alat yang terpasang di dada tiap peserta menunjukkan “hidup/mati/kondisi” peserta. Jika alat itu padam maka peserta dinyatakan gugur dan senjatanya tidak bisa dipergunakan lagi.). Perwira satu lagi kembali mengejar Kang-seok.
Sementara itu Jae-ha telah berhasil merakit bom di dalam pusat komunikasi tim Amerika. Ia menunggu isyarat dari Dong-ha agar ia bisa keluar. Dong-ha harus mengalihkan perhatian tim Amerika yang berada di luar pos.
Di dalam gudang persediaan, anggota tim Amerika yang menjaga Young-bae mempermainkan pemantik api yang ia temukan di luar gudang (pemantik api itu dilempar Dong-ha untuk mengalihkan perhatian – ep 14). Ia melihat ada ukiran di sisi pemantik api dan menanyakan pada Young-bae apakah itu miliknya. Young-bae melihat ukiran nama Dong-ha. Ia meneriakkan nama Dong-ha.
Don-ha menerobos masuk dan berhasil menyandera penjaga Young-bae. Tapi Young-bae sempat tertembak. Secara teknis ia mati dan tidak bisa melanjutkan.
Di luar, Hang-ah dan pengganti Shi-keyeong adu tembak dengan patroli tim Amerika yang berjaga di luar pos. Seorang anggota tim Amerika “tertembak” di tangan (harus memulihkan diri selama beberapa waktu) dan seorang lagi “mati”. Pengganti Shi-kyeong juga “mati”.
Jadi tim Korea tersisa 4 orang: Kang-seok, Dong-ha, Hang-ah dan Jae-ha. Tim Amerika tersisa 4 orang: satu yang mengejar Kang-seok (jauh di dalam hutan), satu yang disandera Dong-ha, satu yang terluka di tangan, dan pemimpin tim.
Pemimpin tim Amerika dan perwira yang tangannya terluka berada di dalam pos mereka dan mereka bertekad untuk menjaganya.
Dong-ha menyandera satu anggota tim Amerika di dalam gudang penyimpanan. Praktis dua lawan dua pada sisa pertempuran ini karena Kang-seok berada jauh dari pos dan Dong-ha bertugas menjaga sandera hingga ia tak bisa ke mana-mana.
Jae-ha, Hang-ah, dan Dong-ha berada di dalam gudang persediaan. Jae-ha meneruskan merakit bom untuk meledakkan gudang itu. Dong-ha berkata sebaiknya anggota tim yang mereka sandera dibunuh saja atau dijaga Jae-ha. Ia dan Hang-ah yang akan masuk ke pos komando untuk menaruh peledak.
“Jika kita berdua mati, maka apa yang akan dilakukan si bodoh itu?” kata Hang-ah cepat. Jae-ha menoleh menatap calon tunangannya yang menyebutnya “si bodoh”. Hang-ah tersenyum malu dan meminta Jae-ha meneruskan pekerjaannya. LOL^^ (Tapi Jae-ha berubah banyak ya... Kalo dulu dia pasti langsung ngambek, bertengkar sama Hang-ah, terus mogok ngapa-ngapain).
Sementara itu Kang-seok sudah mencapai ujung pulau. Perwira Amerika masih mengejarnya. Karena menemui jalan buntu, Kang-seok turun dari ATVnya dan berlari menaiki pagar kawat. Tapi perwira Amerika itu berhasil menyusul dan menembaknya. Kang-seok pun “mati”. Ia menjatuhkan diri dari pagar kawat.
Perwira Amerika cepat-cepat menghampirinya. Kang-seok mengernyit kesakitan. Perwira itu bertanya apakah Kang-seok gila dan mencoba membunuh dirinya sendiri. Kang-seok berkata ia hendak menebus 10 poin yang dikurangi akibat perbuatannya. Perwira Amerika itu mengobati luka Kang-seok sementara Kang-seok tertawa. Ia berhasil menjauhkan perwira Amerika itu dari posnya hingga membutuhkan waktu 3 jam untuk kembali ke pos.
Dong-ha membawa sanderanya keluar gudang persediaan sementara Hang-ah dan Jae-ha berada di dalam gudang. Hang-ah mulai khawatir. Jae-ha berkata waktunya tinggal 20 menit, sebaiknya mereka mulai sekarang. Jika Hang-ah menggunakan alasan negosiasi, mungkin perwira Amerika di dalam pos akan keluar, dan Jae-ha bisa merakit peledak di dalam pos komando.
Hang-ah masih khawatir tapi Jae-ha meyakinkan Hang-ah mereka bisa melakukannya. Interesting…ketika mereka dalam kapal menuju pulau ini, Jae-ha yang khawatir karena harus berhadapan dengan Amerika. Sekarang keadaan berbalik. Hang-ah khawatir sementara Jae-ha yang menenangkan^^,
Hang-ah menelepon pemimpin tim Amerika yang berada dalam pos dan mengajak bernegosiasi. Hang-ah berjalan mendekati pos dengan membawa sandera. Ia meminta seluruh tim Amerika keluar dari posnya (pemimpin tim dan perwira yang ”terluka tangannya”). Untuk membuktikan keseriusannya, Hang-ah melempar senjatanya ke tanah dan berjanji tidak akan menembak mereka.
Pemimpin tim Amerika hendak keluar menemui Hang-ah tapi temannya protes, mereka tinggal menunggu hingga jam 8 dan permainan pun usai. Tapi Pemimpin tim termakan tantangan Hang-ah. Sebagai perwira Amerika bagaimana bisa mereka hanya sembunyi sementara Korea menyandera anggota tim mereka. Ia menaruh senjatanya di meja dan menyerahkan kedua kunci pada rekannya lalu ia keluar.
Berarti di dalam pos tersisa perwira Amerika yang “terluka tangannya”. Hang-ah bingung melihat pemimpin tim Amerika keluar sendirian. Itu mempersulit Jae-ha masuk ke pos America untuk menaruh peledak.
Pemimpin tim Amerika bertanya pada Hang-ah di mana perahu karetnya. Hang-ah berkata ia telah mengempiskan perahunya dan menyembunyikan mesin perahu.
Walau Hang-ah berbicara dengan tenang pada pemimpin tim Amerika. Tapi sebenarnya ia khawatir. Jae-ha memberitahu Hang-ah (melalui alat komunikasi yang terpasang di telinga mereka), ia akan memulai rencana mereka. Hang-ah bingung, masih ada satu perwira di pos dan mereka tidak boleh melukai perwira itu.
Tapi Hang-ah tidak memperlihatkan kekhawatirannya pada pemimpin tim Amerika. Ia menyarankan agar tim Amerika menyerah. Perahu di tangan tim Korea, tim Amerika tidak bisa pergi dari pulau. Pemimpin tim Amerika tersenyum, mengapa mereka harus menyerah? Mereka hanya tinggal menunggu hingga waktunya berakhir dan mereka akan keluar sebagai pemenang.
Hang-ah mengingatkan bahwa tim Amerika berada dalam posisi tidak menguntungkan. Pemimpin tim Amerika melihat ke atas pohon. Dong-ha ada di sana, mengarahkan senjatanya pada tim Amerika.
“Katamu kau tidak akan menembak. Sebagai perwira kau juga tahu kemenangan tidak ditentukan dan dari jumlah orang yang tersisa,” kata pemimpin tim Amerika.
“Kau benar. Tapi dalam perang, jika pos komando, gudang persediaan, dan pusat komunikasi dihancurkan, apa yang akan terjadi? Menurut prinsip militer, kalian akan kalah, bukan?”
Hang-ah menekan tombol di ponselnya dan mengaktifkan bom yang sudah dipasang oleh Jae-ha di pos komunikasi tim Amerika. Sementara itu Jae-ha masuk ke dalam pos Amerika melalui jendela dan menyuruh perwira Amerika yang tersisa untuk melepaskan senjatanya. Perwira itu menjatuhkan senjatanya dan berdiri mengangkat kedua tangannya.
Melalui alat komunikasi yang terpasang di telinganya, ia memberitahu pemimpin tim kalau Jae-ha berada dalam pos mereka.
Jae-ha menyuruh perwira Amerika itu menjauh dari tembok karena berbahaya (pos komunikasi -yang telah diaktifkan alat peledaknya- berada di sebelah pos komando dan pintunya tepat berada di belakang perwira Amerika itu). Tapi perwira itu malah berbicara menyalahkan pemimpinnya karena tidak menuruti nasehatnya dan sekarang mereka masuk jebakan. Jae-ha berteriak agar perwira itu menyingkir dari sana tapi ia tidak mau mendengar.
Duarrr!!!! Ruangan pusat komunikasi di belakang perwira itu meledak. Perwira Amerika terlempar dan terkapar di lantai. Jae-ha buru-buru mengecek keadaan perwira itu. Untunglah perwira itu masih hidup. Ia hanya pingsan. Jae-ha mengambil kedua kunci yang dikalungkan di leher perwira itu. Sekarang ia harus merakit peledak untuk meledakkan pos komando. Tempat di mana ia sekarang berdiri.
Pemimpin tim Amerika mulai khawatir. Ia bertanya bagaimana bisa tim Korea menggunakan peledak. Menurut peraturan mereka tidak boleh membawa peledak. Hang-ah membenarkan. Seluruh persenjataan mereka juga sudah diperiksa oleh panitia WOC. Tapi peraturan juga menyebutkan kalau mereka bisa mempergunakan peralatan yang mereka bawa semaksimal mungkin. Mereka hanya memanfaatkan gas yang berada di pos Amerika.
Sayangnya ledakan tadi telah memutuskan komunikasi Hang-ah dan Jae-ha. Mereka tidak bisa saling menghubungi lagi. Waktu tersisa 5 menit sebelum jam 8. Jae-ha memotong saluran pipa gas yang terdapat dalam ruangan itu.
Pemimpin tim Amerika bertanya mengapa tim Korea bertindak sejauh itu. Ini hanya sebuah permainan.
“Hanya permainan? Bagi kami, kemenangan adalah keharusan. Hidup orang-orang yang kami cintai menjadi taruhannya, juga hidup Raja. Apakah kau pernah terpisah dari keluargamu? Kami memiliki bahasa dan sejarah yang sama, hidup berdampingan selama ribuan tahun, dan dipisahkan hanya dalam hitungan detik. Apakah kau mengerti perasaan dipisahkan seperti itu? Selama tiga tahun perang saudara, begitu banyak orang yang kehilangan keluarga mereka. Apa kau pernah mengalaminya? Bagi kalian, mungkin ini hanya permainan. Tapi bagi kami, kemenangan adalah sebuah keharusan.”
Hang-ah menekan tombol dan meledakkan bom di ruang persediaan. Ia menyarankan tim Amerika menyerah sebelum ia meledakkan pos komando (pos tempat Jae-ha dan perwira Amerika itu berada).
“Silakan ledakan semuanya. Kami Amerika tidak akan pernah menyerah. Tidak akan menyerah,” pemimpin tim Amerika menegaskan. Ia mengingatkan masih ada perwiranya di dalam pos komando. Jika tim Korea melukai anggotanya maka tim Korea akan langsung didiskualifikasi. Ia lalu melepaskan alat penerjemah dari telinganya dan tidak mau berbicara lagi dengan Hang-ah.
Hang-ah khawatir karena ia tidak bisa menghubungi Jae-ha. Ia tidak tahu apakah Jae-ha sudah merakit bom itu dan apakah ia sudah keluar dari sana bersama perwira Amerika.
Jae-ha berusaha merakit peledak di dalam pos komando secepat mungkin. Peluh membasahi wajahnya dan tangannya mulai gemetaran. Tinggal dua menit lagi.
Hang-ah teringat perkataan Jae-ha saat mereka berdua berada dalam gudang persediaan. Jae-ha yakin mereka bisa melakukannya. Hang-ah terlihat khawatir. Jae-ha memeluknya. Ia berkata Hang-ah harus meledakkan bomnya sebelum jam 8. Hang-ah harus melakukannya.
Jae-ha berkonsentrasi. Waktu terus berjalan. Tangannya semakin gemetar. Sewaktu-waktu Hang-ah bisa menekan tombolnya.
Hang-ah mengangkat ponselnya. Ia ingat Jae-ha berkata kerjasama tim adalah yang terpenting. Jika mereka tidak saling mempercayai maka mereka tidak akan bisa berhasil. Hang-ah ragu menekan tombol karena ia tidak tahu apakah Jae-ha sudah keluar dari pos atau belum.
Jae-ha telah selesai merakit bom dan menyeret perwira Amerika yang terluka untuk keluar dari pos komando. Hang-ah menggerakkan jarinya ke atas tombol.
“Dia akan mati. Rajamu. Pemimpin timmu. Tunanganmu. Lee Jae-ha akan mati,” pemimpin tim Amerika mengingatkan.
Hang-ah semakin ragu. Tapi ia ingat Jae-ha berkata mereka pasti menang, dan mereka pasti akan kembali lalu bertunangan. Jika Hang-ah percaya padanya, Hang-ah akan menekan tombol itu sebelum jam 8.
Mata Hang-ah berkaca-kaca. 45 detik lagi sebelum jam 8.
“Percayalah padaku dan aku akan percaya padamu. Berjanjilah padaku. Jika kau mencintaiku, tekan tombolnya,” kata Jae-ha waktu itu.
Jae-ha masih menyeret perwira Amerika keluar dari pos. Air mata mengalir di pipi Hang-ah.
“Aku…mencintai Komrad Lee Jae-ha,” gumamnya. Hang-ah menekan tombol. Pemimpin tim Amerika terkejut dan berbalik.
Pos Komando meledak seketika. Hang-ah berlari ke arah pos komando yang dilalap api dan berteriak-teriak histeris memanggil Jae-ha. Ia menangis dan hendak menerobos ke dalam tapi Dong-ha menghalanginya.
“Ribut sekali,” terdengar suara Jae-ha. Hang-ah berbalik. Jae-ha dan perwira Amerika terkapar di tanah. Jae-ha duduk dengan wajah letih. Ia menoleh dan tersenyum pada Hang-ah.
“Mengapa kau menangis? Apa ada yang mati?” tanyanya.
Hang-ah berjalan menghampiri Jae-ha dan memeluknya. Ia menangis tersedu-sedu, mengira ia telah kehilangan Jae-ha. Jae-ha tersenyum.
“Kau ini benar-benar….apakah sampai akhir pun kau tidak mempercayaiku?” tanyanya. Ia memeluk Hang-ah erat-erat. Dong-ha tersenyum.
Ibunda Raja dan Jae-shin menerima kabar peledakan itu dari Sekretaris Eun. Sekretaris Eun berkata hal itu tidak menyalahi aturan, tapi ada pihak yang menentang karena dianggap tidak sesuai dengan itikad baik penyelenggaraan WOC. Sekarang hasilnya masih didiskusikan. Ibunda Raja berkata ia hanya ingin mereka semua kembali dengan selamat.
Ia bertanya pada Sekretaris Eun mengenai Klub M. Sekretaris Eun berkata ia telah menyelesaikan semuanya. Ibunda Raja berterima kasih, tapi Jae-shin bertanya apakah itu artinya mereka melepas orang itu. Ia kesal mengapa mereka harus meminta maaf pada orang-orang itu padahal jelas-jelas sebenarnya mereka yang bertanggung jawab atas semua tragedi yang menimpa keluarga kerajaan.
Ibunda Raja menyuruh Jae-shin meminta maaf pada Sekretaris Eun yang telah bersusah payah menyelesaikan masalah ini. Bukankah Jae-shin sendiri takut dan gemetar menghadapi Klub M? Jae-shin meminta maaf pada Sekretaris Eun. Sekretaris Eun berkata itu adalah pelajaran bagi dirinya dan juga anaknya. Jae-shin terkejut. Ia bertanya apakah Shi-kyeong juga pergi meminta maaf pada Klub M?
Shi-kyeong berolah raga untuk melepaskan kegundahan hatinya. Saat ia berlari, ia tesandung penghalang jalan dan terjatuh. Shi-kyeong melampiaskan kekesalannya dengan melempar pembatas jalan dan menendangnya. Ia merasa tak berdaya menghadapi orang-orang yang telah membunuh Jae-kang dan meneror Jae-shin.
Shi-kyeong adalah seorang yang idealis. Sebagai pengawal keluarga kerajaan, ia orang yang setia dan mengabdi penuh. Mungkin ia melihat teladan dari ayahnya yang telah melayani keluarga kerajaan selama lebih dari 30 tahun. Ia juga orang yang teguh pada peraturan. Karena itu ia merasa tak berdaya saat peraturan itu malah menghalanginya untuk menegakkan keadilan bagi Jae-kang dan Jae-shin. Shi-kyeong menangis.
Diam-diam Jae-shin melihat Shi-kyeong dalam keadaan seperti itu. Malamnya ia memanggil Shi-kyeong untuk menemuinya di rumah Ibunda Raja. Ia bertanya apakah John Mayer orang yang telah membunuh kakaknya. Shi-kyeong tidak menjawab. Jae-shin berkata ia akan melanjutkan terapinya dan terus berusaha mengingat kejadian itu. Awalnya ia berhenti karena ia merasa tidak nyaman, tapi ia akan melanjutkannya.
Shi-kyeong berkata Jae-shin tidak perlu melakukannya jika terlalu berat, tapi Jae-shin malah mengira Shi-kyeong telah menyerah.
“Aku menyukaimu. Aku menyukai pengawal biasa yang juga orang yang paling membosankan di dunia,” Jae-shin mengakui.
Shi-kyeong terkejut hingga tak tahu harus berkata apa.
“Katakan sesuatu,” pinta Jae-shin.
Shi-kyeong berkata Jae-shin mungkin merasa seperti itu karena sedang merasa tertekan. Jae-shin membenarkan, orang-orang yang tertekan secara emosional akan menjadi pengecut, seperti dirinya.
“Aku selalu ingin kau berada di sisiku. Jadi aku bersikap rewel, mempermainkanmu, dan mencari-cari kesalahan. Tapi aku baru sadar, aku menyukai orang ini. Jadi jangan menyerah. Aku akan menjadi sepertimu. Dan menjadi kuat hingga bisa menjadi wanita yang sepadan denganmu. Percayalah padaku.”
Tim Amerika dan tim Korea telah berada 3 hari di pulau dan belum juga ada keputusan mengenai siapa pemenangnya. Jae-ha mengomel apakah mereka belum cukup beritikad baik , mereka sudah menampung tim Amerika untuk tinggal dalam pos mereka. Hang-ah megingatkan itu karena tim Korea telah meledakkan semua pos Amerika, mereka jadi tidak punya tempat bernaung.
Hang-ah menyisihkan daging panggang untuk dberikan pada tim Amerika. Para rekannya protes tapi Hang-ah tak mempedulikannya. Pemimpin tim Amerika awalnya menolak karena mereka sudah mempunyai persediaan makanan. Tapi mereka tergoda juga dengan daging panggang setelah berhari-hari mereka hanya makan makanan instan khusus prajurit. Hang-ah bercanda agar tim Amerika menceritakan itikad baik tim Korea setelah mereka kembali ke markas besar. Sebagai gantinya tim Amerika memberikan makanan penutup instan pada Hang-ah.
Hang-ah terkagum-kagum dan dengan polos bertanya apakah prajurit Amerika tetap makan makanan penutup walau dalam peperangan. Mereka tertawa dan membenarkan. Hang-ah kembali ke mejanya dan membagikan makanan penutup itu pada rekan-rekannya.
Seorang perwira Amerika melempar sesuatu mengenai kepala Kang-seok. Kang-seok naik darah dan siap melempar balik. Namun ia berhenti saat melihat benda apa yang dilempar tadi. Balsem penyembuh luka. Perwira Amerika itu menyuruh Kang-seok mengoleskan balsem itu pada luka di wajah Kang-seok.
Jae-ha berkata Kang-seok seharusnya mengucapkan sepatah dua patah kata demi kesopanan dan itikad baik. Kang-seok duduk di kursinya. Masih dengan wajah sangar. Tapi ia lalu menoleh pada perwira Amerika itu dan berkata, “Thank…you.” dengan kaku. Rekan-rekannya tersenyum.
Jae-shin pergi ke forum perdamaian di Jeju tanpa memberitahu Shi-kyeong. Shi-kyeong terkejut saat mengetahui hal itu dari ayahnya. Ia segera berlari menyusul Jae-shin. Ia takut sesuatu kembali menimpa Jae-shin.
Para dayang memasangkan alat bantu pada kaki Jae-shin. Jae-shin menoleh ke layar televisi yang menayangkan Bong-gu sedang berpidato. Wajah Jae-shin penuh tekad.
Bong-gu berpidato dalam forum itu utnuk menjelek-jelekkan keluarga kerajaan. Ia berkata keluarga kerajaan terlalu berlebihan dalam menangani tragedi mereka hingga bersikap tidak sopan dengan menahan orang asing. Ia berkata Korea belum siap untuk perdamaian. Semua hadirin bertepuk tangan. Bong-gu duduk dengan bangga.
Pembawa acara mengumumkan ada satu lagi tamu kehormatan yang akan berbicara, walau kehadirannya tidak direncanakan. Puteri Mahkota Jae-shin.
Jae-shin naik ke panggung dengan kursi rodanya. Seluruh hadirin berdiri sebagai tanda penghormatan. Mau tak mau Bong-gu ikut berdiri. Jae-shin memberi tanda agar seluruh hadirin duduk kembali.
“Aku Lee Jae-shin, orang yang mengakibatkan mesalah saat menemui para tamu kehormatan. Waktu itu keadaanku tidak terlalu baik. Tapi itu hanya alasan, bukan? Aku minta maaf.”
Jae-shin membungkukkan kepalanya, disambut oleh para hadirin yang ikut membungkukkan kepala. Kecuali Bong-gu yang tersenyum meremehkan. Jae-shin menatap Bong-gu dan tersenyum.
“Sepertinya Tuan John Mayer dari Klub M juga bersikap tak sopan. Bagaimana bisa seseorang menentukan standar dirinya sendiri seperti sebuah negara yang memiliki pemerintahan?”
Senyum Bong-gu menghilang.
Shi-kyeong telah tiba dan berlari kencang menuju aula pertemuan. Jae-shin meneruskan pidatonya.
“Sejujurnya kami adalah negara yang tidak pernah tahu kapan akan terjadi perang. Bagi orang yang tumbuh besar dalam negara seperti ini, mereka terus berada dalam kewaspadaan akan terjadi perang. Bahkan dalam permainan. Dalam permainan perang-perangan, selalu ada senjata yang terpasang dalam kendaraan. Karena itulah perjanjian perdamaian harus ditandatangani. Kita tidak bisa membiarkan anak-anak kita selalu hidup dalam ketakutan dan kekacauan itu. Dan juga, perdamaian ini bukanlah perdamaian seperti yang dikatakan oleh Tn. John Mayer. Perdamaian tidak tiba-tiba jatuh dari langit setelah mencapai standar tertentu. Melainkan dicapai sedikit demi sedikit.”
Jae-shin mengambil tongkat dan para pelayan membantunya untuk berdiri dan bertumpu pada kedua tongkat itu . Jae-shin memegang tongkatnya kuat-kuat. Ibunda Raja dan Shi-kyeong terpana melihat Jae-shin.
“Sekarang aku hanya bisa berdiri selama 10 menit. Tapi jika aku terus berlatih, ada kemungkinan aku akan bisa berdiri di masa yang akan datang. Demikian juga dengan negara kami. Demi menjadi negara tanpa perang, Korea mengikuti WOC dengan mengirimkan tim gabungan Utara dan Selatan untuk menyatukan Utara dan Selatan dan memulai perdamaian. Tapi semua itu membutuhkan bantuan dari kalian semua. Sama seperti aku dapat bediri karena didukung oleh tongkat ini, negara kami membutuhkan seluruh dunia dan semua orang untuk mendukung dan menyemangati kami. Perhatikan kami. Kami akan bekerja keras.” Jae-shin membungkukkan badan mengakhiri pidatonya.
Shi-kyeong terharu dengan kata-kata Jae-shin. Ibunda Raja begitu bangga. “Itu baru puteriku,” katanya tersenyum dengan mata berkaca-kaca pada Sekretaris Eun. Sekretaris Eun tersenyum dan mengangguk setuju.
Seluruh hadirin bertepuk tangan dan berdiri. Kecuali Bong-gu dan para kroconya yang terlihat kesal dan marah.
Panitia WOC dan seluruh komandan dari negara yang berpastisipasi mendiskusikan hasil ronde pertama antara Amerika dan Korea. Komandan Amerika protes karena tim Korea telah menggunakan peledak yang bisa melukai timnya.
Komandan Selatan berkata kenyataannya tidak ada yang terluka, bahkan Raja sendiri yang menolong perwira dari tim Amerika dengan mempertaruhkan nyawanya. Lalu komandan Cina membela Amerika dan berkata Korea telah berbuat curang dengan mengempiskan dan menyembunyikan perahunya. Komandan Korea Utara menuduh komandan Cina hendak mengadu domba Korea dan Amerika.
Akhirnya ketua panita mengambil jalan tengah. Mereka akan mengambil suara untuk menentukan siapa pemenangnya.
Tim Korea bersiap meninggalkan pulau. Perahu karet telah digembungkan kembali dan kedua kunci telah diputar untuk menjalankan mesin. Jae-ha menoleh pada tim Amerika yang berbaris di tepi pantai. Ia menghampiri mereka dan mengajak mereka ikut bersama tim Korea.
Pemimpin tim Amerika menolak karena 30 menit lagi mereka juga akan dijemput. Tapi Jae-ha berkata untuk apa menunggu, perahunya cukup besar untuk menampung mereka semua. Pemimpin tim Amerika melihat ke arah tim Korea yang telah naik ke perahu.
Tim Korea melambaikan tangan mengajak tim Amerika bergabung. Tim Amerika akhirnya ikut naik ke perahu. Hang-ah melepas badgenya dan menyerahkannya pada pemimpin tim Amerika. Hasil pengambilan suara ternyata hanya selisih satu suara. Pemimpin tim Amerika melepas badgenya dan menukarnya dengan badge Hang-ah. Mereka berjabat tangan dan tersenyum. Seluruh anggota tim lain melakukan hal yang sama, termasuk Kang-seok. Walau masih dengan wajah sangar^^
Mereka semua kembali ke markas besar. Setelah mengalahkan Amerika, tim Korea berhasil mengalahkan tim Rusia pada ronde kedua, namun kalah dari Mesir di ronde ketiga atau semifnal. Tim Korea akhirnya menempati peringkat 4 setelah Mesir, Cina, dan Inggris.
Pada hari penutupan WOC, semua berpesta dengan gembira. Hang-ah diwawancarai mengenai pertunangannya karena tim Korea berhasil melewati ronde pertama. Hang-ah tak berani menjawab dan menoleh kesana kemari mencari Jae-ha. Tiba-tiba Jae-ha berdiri di sampingnya. Hang-ah memekik kaget.
“Pertunangan? Tentu saja. Sekarang ia adalah tunanganku,” kata Jae-ha senang. Hang-ah tersenyum bahagia. Kang-seok datang membawakan mereka minuman untuk merayakannya.
Bong-gu melihat wajah-wajah bahagia Jae-ha dan Hang-ah melalui televisi. Ia tersenyum dan berkata betapa bahagianya mereka. Ia bertanya pada Sekretarisnya kapan Jae-ha akan kembali. Sekretarisnya berkata Jae-ha akan kembali ke Korea besok, setelah Bong-gu pergi dari Korea.
Bong-gu mengangkat teleponnya dan menelepon Shi-kyeong. Shi-kyeong sedang mengatur pengamanan untuk menyambut kembalinya Jae-ha ke Korea. Ia mengangkat teleponnya dan meminta rekan-tekannya keluar saat tahu Bong-gu yang meneleponnya.
Shi-kyeong bertanya bagaimana Bong-gu bisa mengetahui nomor teleponnya. Bukannya menjawab, Bong-gu malah bertanya mengapa Shi-kyeong menyukai Jae-ha.
“Dia dan aku…jika kau melihat dari sudut pandang tertentu sebenarnya memiliki kemiripan. Kami hanya berbeda tipis. Tapi kenapa?”
Shi-kyeong menutup teleponnya. Merasa tak ada gunanya mendengar curhat Bong-gu. Bong-gu patah hati. Shi-kyeong menyimpan nomor ponsel Bong-gu dengan nama ”biskuit busuk”. Bong-gu kembali meneleponnya.
Shi-kyeong hendak menutupnya lagi. “Tunggu sebentar! Apa kau percaya pada ayahmu?” tanya Bong-gu. “Ketaatan yang membabibuta bisa menjadi racun.”
Shi-kyeong tak mengerti apa maksud perkataan Bong-gu.
Jae-ha sedang berada di pesawat dalam perjalanan kembali ke Korea. Sekretaris Eun meneleponnya dan memberitahu kalau Bong-gu ingin bertemu dengan Jae-ha di bandara. Ia menyarankan agar Jae-ha tidak menemuinya.
Tapi Jae-ha berkata ia akan menemui Bong-gu. Hang-ah khawatir tapi Jae-ha menenangkannya. Ia berkata Bong-gu pasti sedang marah karena kemenangan tim Korea di WOC juga pidato Jae-shin, tapi ia akan berbicara dengan Bong-gu dan menanganinya dengan baik. Namun Hang-ah masih terlihat khawatir.
Sekretaris Eun dan Shi-kyeong dalam perjalanan menuju bandara untuk menjemput Jae-ha. Sekretaris Eun berkata pada Shi-kyeong kalau Shi-kyeong juga jangan tertekan oleh Bong-gu. Shi-keong berkata ia tidak mempedulikannya dan menganggap Bong-gu orang gila. Sekretaris Eun bertanya apakah Bong-gu tidak mengatakan apa-apa kali ini. Shi-kyeong membenarkan. Sekretaris Eun masih khawatir dengan ancaman Bong-gu untuk memberitahu Shi-kyeong mengenai keterlibatannya dalam kematian Jae-kang. Sementara itu dalam hati Shi-kyeong, masih terngiang pertanyaan Bonggu, apakah ia percaya pada ayahnya.
Jae-ha bertemu dengan Bong-gu. Keduanya berbicara sambil tersenyum tapi bertukar kata-kata penuh sindiran. Bong-gu mengucapkan selamat pada Jae-ha atas kemenangannya di WOC. Jae-ha menyindir Bong-gu pelit pujian.
“Sepertinya kau menanti pujian dariku. Aku tidak mengira kau peduli hal seperti itu. Ini suatu kehormatan.” kata Bong-gu tertawa.
“Tentu saja aku penasaran mengenai resksimu. Apakah kau akan menjadi maniak atau menjadi seseorang yang tidak tahu kapan ingin mati atau hidup? Tapi sepertinya kau tipe yang cukup tenang,” sindir Jae-ha.
“Mari kita hentikan. Apa gunanya meneruskan perang mental ini? Hanya membuat kedua belah pihak menjadi lelah. Jadi…anggap saja aku meminta maaf. Mari tidak lanjutkan lebih jauh,” ujar Bong-gu.
“Bagus sekali. Setelah membunuh orang, apa kau masih merasa bersalah?” tanya Jae-ha.
“Benar, kau pasti sedih sekali. Tapi kerugian yang kualami kali ini juga tidak bisa diremehkan. Aku rugi melebihi ratusan milyar dolar Amerika. Apakah kakakmu bernilai ratusan milyar dolar? Tidak mungkin bukan? Jadi anggap saja ini kerugianku. Kita anggap impas. Antara kakakmu dan ratusan milyar dolar.”
Jae-ha tertawa tak percaya. Bong-gu tertawa mengira Jaeha menyetujui. Ia berkata setelah melihat keterusterangan Jae-ha, ia melihat adanya kemiripan antara dirinya dengan Jae-ha. Bukankah Jae-ha juga pernah menembak Hang-ah?
“Kim Bong-gu, kau juga menembak wanita itu? Untuk menjadi sama denganku?”
“Tentu saja aku setingkat lebih tinggi darimu karena aku tidak menyukainya (Dara).”
“Benar, kau dan aku memliki segaris perbedaan. Setidaknya aku tahu malu. Aku tidak bisa membiarkan orang yang kucintai terluka. Begitu juga pada Hang-ah. Aku tidak bisa menembaknya lalu pergi begitu saja. Setidaknya aku memikirkannya. Tapi siapa kau?”
Bong-gu tertawa dan bertanya mengapa Jae-ha bersikap seperti ini.
“Jangan seperti itu. Bukankah kau juga vulgarian (kasar)? Seperti aku?” tanyanya. Sepertinya dia pengen banget kaya Jae-ha ya >,<
“Benar, aku vulgarian. Tapi setidaknya aku masih memiliki sedikit kesadaran. Tapi kau anggap siapa dirimu?
“Aku? Pengusaha.” Pfftttt…bahkan Bong-gu pun kebingungan siapa sebenarnya dirinya.
Jae-ha tertawa. “Bukan, pengusaha pun memiliki etika dalam berbisnis. Tapi kau tidak memilikinya sejak awal. Kau hanya kau. Makan saat kau ingin makan. Pup saat kau ingin pup. Apakah kau pernah melihat yang seperti ini sebelumnya? Anjing dan babi.”
Bong-gu tersenyum pahit.
“Bukankah mereka sama? Makan dan buang air di manapun mereka mau. Menimbulkan kekacauan dan menggigit di mana-mana tanpa merasa malu sedikitpun.”
Bong-gu berkata apakah Jae-ha ingin melanjutkan perseteruan mereka. Jae-ha berkata awalnya ia ingin membiarkannya, ia bahkan bersedia berkompromi.
“Tapi denganmu aku tidak bisa. Benar-benar tidak bisa.”
“Apa kau berencana untuk terus mengibarkan bendera perang denganku?”
“Tidak, aku akan mengabaikanmu. Aku berencana menjalani hidupku dalam kedamaian. Jika aku berurusan denganmu, bukankah itu artinya aku harus sama-sama menjadi anjing dan babi?” Jae-ha tertawa. Bong-gu menatap Jae-ha.
“Kalau begitu aku khawatir kau akan benar-benar hancur. Aku mengerti,” Bong-gu bangkit berdiri.
Ia bertanya Jae-ha akan bertunangan dengan Hang-ah bukan? Ia tiba-tiba mengulurkan tangan pada Jae-ha untuk memberi selamat.
Jae-ha bertanya apakah ini peringatan awal dari Bong-gu, bahwa Bong-gu akan melakukan serangan pada hari pertunangannya. Bong-gu tertawa, lalu dengan serius berkata agar Jae-ha menikmati hari pertunangannya sepenuh hati. Lalu ia pergi. Jae-ha terlihat khawatir.
Hari pertunangan. Para undangan memasuki lokasi pertunangan melalui pemeriksaan ketat. Tak ada yang mencurigakan tapi Shi-kyeong tidak melepaskan pengamatannya sedikitpun. Ibunda Raja menyambut kedatangan ayah Hang-ah. Kang-seok dan Young-bae hadir dan duduk di barisan terdepan. Pertunangan ini telah menaikkan image Korea dan juga meningkatkan perekonomian Korea.
Jae-ha dan Hang-ah tiba dengan mengendarai mobil sport yang dikemudikan Jae-ha. Para undangan menyambut mereka dengan melambaikan bendera. Jae-ha dan Hang-ah tersenyum bahagia membalas sambutan mereka.
Jae-shin tidak hadir dalam petunangan mereka. Ia berada di tempat terapi dan bekerja keras memulihkan kakinya.
“Oppa, Oenni. Aku pasti akan hadir dalam upacara pernikahan kalian,” katanya dalam hati.
Bong-gu memainkan kartu tarotnya. Kartu pertama yang muncul adalah kartu 5 piala. Bong-gu menggeleng. Ia membariskan kartunya di atas meja. Sekretarisnya mengamati dengan serius.
Bong-gu menaruh kartu pertama pada sebuah kartu dan membaliknya: kartu Queen of Swords.
Hang-ah mengenakan gaun tunangan berwarna putih, berjalan memasuki panggung. Jae-ha telah menunggunya di sana dengan pakaian kebesaran seorang Raja. Ia menyambut kedatangan Hang-ah. Keduanya bergandengan tangan menghadap para undangan yang bertepuk tangan dan bersorak menyambut mereka.
Hang-ah dan Jae-ha berjalan menuruni tangga menuju altar. Tiba-tiba mereka mendengar suara yang mereka kenal. Suara Jae-kang. Mereka menoleh melihat layar.
Jae-kang berdiri di sana, sedang berlatih untuk mempertunangkan Jae-ha dan Hang-ah. Ia merekamnya sebelum hari kematiannya. Gosh…this makes me cry :’(
Jae-ha menoleh pada Sekretaris Eun dan mengangguk berterima kasih. Ia tahu Sekretaris Eun yang mengatur agar vidoe ini menjadi kejutan bagi mereka semua. Sekretaris Eun tersenyum puas. Tapi lalu ia melihat teleponnya. Bong-gu mengirim sms. Sekretaris Eun bangkit dari kursinya dan pergi.
“Lee Jae-ha dari Republik Korea, apakah kau bersedia menerima Kim Hang-ah dari Republik Rakyat Demokratik Korea, sebagai pendamping seumur hidup? Unutk mempercayai, menghargai dan menghormatinya. Apa kau bersedia?”
“Ya,” jawab Jae-ha. Jae-kang tersenyum di layar, sepertinya ia membayangkan jawaban Jae-ha saat ini ketika ia merekam video latihan itu.
“Kim Hang-ah dari Republik Rakyat Demokratik Korea terhadap Lee Jae-ha dari Republik Korea, apa kau bersedia tidak bersikukuh pada nilai-nilai diri sendiri, dan sebagai anggota keluarga kerajaan menulis sejarah bersama Republik Korea, melakukan yang terbaik untuk melakukan tanggung jawab dan tugas-tugasmu. Apa kau bersedia?”
Hang-ah menoleh melihat Jae-ha dan menjawab, “Ya.”
Jae-kang menatap mereka.
“Dan terakhir, sebagai wakil dari perjanjian antara Utara dan Selatan, aku akan menambahkan sumpah. Lee Jae-ha dari Republik Korea dan Kim Hang-ah dari Republik Rakyat Demokratik Korea, akan menjadi pemimpin untuk menghapuskan perang dari tanah ini. Walau kalian menghadapi situasi di mana perang tak terhindarkan, kalian akan melakukan segalanya untuk menghentikan perang itu hingga saat terakhir. Apa kalian bersedia?”
Semua menanti dengan cemas jawaban Jae-ha dan Hang-ah. Jae-ha dan Hang-ah saling menatap.
Bong-gu bertepuk tangan. Ia menaruh kartu Queen of Sword pada sebuah kartu dan membaliknya. King of swords.
Jae-kang bertanya apakah Jae-ha dan Hang-ah bersedia bersumpah. Keduanya menjawab ya. Jae-kang tersenyum. Seluruh undangan bertepuk tangan.
Bong-gu melihat kedua kartu itu dan tertawa senang.
Jae-ha menggandeng tangan Hang-ah dan menghadap para undangan. Keduanya telah resmi bertunangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar